Logical Fallacy: Formal Fallacies

credit to : signposts02.wordpress.com
Salah satu ungkapan yang sering gue dengar adalah “Manusia tidak terlepas dari kesalahan.” Memang, kita ini adalah makhluk yang tidak sempurna dan kesempurnaan hanyalah milik-Nya. Tetapi, hal itu bukan berarti dapat dijadikan alasan untuk terus berbuat kesalahan. Kita harus mampu mengakui kesalahan kita dan kemudian memperbaikinya.
Nah, salah satu kesalahan yang cukup lekat dengan kehidupan kita sehari-hari adalah logical fallacy. Apa itu logical fallacy? Dikutip dari yourlogicalfallacyis.com, “A logical fallacy is a flaw in reasoning. Logical fallacy are like tricks or illusions of thought, and they are often very sneakily used by polliticians and the media to fool people.
Selama logical fallacy yang kita lakukan adalah sebuah ketidaksengajaan, tidak masalah. Cukup kita pelajari di mana letak kesalahannya dan kemudian memperbaikinya. Nah yang menjadi masalah di sini, seperti yang sudah ada dalam paragraf sebelumnya, adalah logical fallacy ternyata sering dimanfaatkan secara sadar oleh beberapa pihak untuk kepentingan pribadi mau pun kelompoknya. Dengan logical fallacy kita kemudian dibodohi. Memangnya bisa? Bisa, sebab logical fallacy walau pun sebenarnya tidak logis, sering kedengaran logis. Sehingga, apabila kita tidak tahu di mana letak kesalahan pada sebuah logical fallacy, atau dalam kasus yang lebih parah, tidak sadar akan adanya logical fallacy dalam pernyataan, bisa jadi kita membenarkan sebuah logical fallacy.
Logical fallacy ada banyak sekali dan terbagi menjadi kelompok-kelompok yang terbagi menjadi beberapa jenis, dan kemudian jenis-jenis itu juga memuat jenis-jenis yang memuat jenis-jenis lain. *oke bahasa gua kacau* Pertama-tama, ada tiga kelompok besar dulu, yaitu: 
1. Formal Fallacies
2. Informal fallacies
3. Conditional or Questionable fallacies
Kemudian formal fallacies dan informal fallacies memuat berbagai kelompok lagi. Sesuai judul, yang akan gue bahas kali ini adalah formal fallacies. Untuk kalian yang sudah mengenal logical fallacy mungkin bertanya, kenapa gue nggak langsung membahas logical fallacy populer seperti ad hominem dan straw man fallacy. Well, seperti yang sudah ketahuan dari judulnya, tulisan ini akan terbagi menjadi beberapa part. Kalau gue langsung naruh yang bagus-bagus di awal, nanti gue males buat ngebahas yang berikutnya. *big laugh* Dan demi keteraturan urutan juga sih. Umumnya yang formal-formal bakal dibahas lebih dulu dari yang informal.
Oke, basa-basi nya sudah kepanjangan. Nah, kalau begitu langsung saja ke pembahasan. Sebenarnya formal fallacies tidak cuma ada enam. Tetapi, karena keterbatasan waktu (kalau mau dibahas semua mungkin baru selesai dalam hitungan tahun) gue memutuskan untuk memilih formal fallacies yang sering gue lihat dalam kehidupan sehari-hari. So, without further ado, happy reading!!!

Anecdotal Fallacy (Misleading Vividness)

Beberapa contoh kejadian nyata yang dramatis diambil sebagai contoh, dijadikan patokan, dan kadang digunakan sebagai alasan untuk membantah bukti-bukti statistik tentang suatu hal, adalah anecdotal fallacy. Logical fallacy ini sering kita jumpai dalam generalisasi suatu hal dan juga dalam sebuah pembenaran (baik dalam arti negatif mau pun positif).
Berikut contohnya beserta penjelasannya.
a. “Banyak milyarder tingkat dunia yang sukses tanpa harus sekolah. Oke, kalo gitu gue juga nggak usah sekolah aja, toh nanti ujung-ujungnya bakal sukses.”
Kelihatan jelas banget kan salahnya di mana? Orang-orang seperti Bill Gates atau Mark blablabla itu adalah beberapa kasus khusus dari sekian juta kasus umum. Silahkan dicari sendiri berbagai hasil penelitian tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap kualitas hidup.
Nah, Bill Gates dkk. itu sukses bukan karena nggak sekolahnya, tapi karena usahanya. Jadi menurut gue, sebenarnya yang penting itu bukan sekolah atau nggak sekolahnya, tetapi bagaimana usaha kamu buat sukses. Sekolah hanya sarana untuk mendapatkan ‘alat-alat’ yang dapat kamu pakai untuk nanti kamu bertahan hidup.
b. “Duh, rupiah melemah gara-gara Jokowi jadi presiden nih. Emang Jokowi nggak kompeten!”
Terlepas dari kompeten atau tidaknya Jokowi, menyimpulkan Jokowi tidak kompeten hanya berdasarkan melemahnya rupiah juga adalah anecdotal fallacy.
Catatan: Apabila contoh yang diambil memang menggambarkan tipikal sebuah populasi, maka hal itu bukan anecdotal fallacy.

Appeal to Possibility (Appeal to Probability)

Appeal to possibility atau appeal to probability terjadi ketika suatu kesimpulan diasumsikan bukan karena hal itu mungkin saja benar tetapi karena hal itu bisa saja benar. Sederhananya, sekecil apa pun peluangnya, kalau suatu hal bisa saja terjadi, maka hal itu akan terjadi. Padahal, jelas bahwa bisa saja terjadi tidak sama dengan akan terjadi.
Berikut adalah contoh-contohnya. Dapat dilihat fallacy ini lumayan mirip dengan anecdotal fallacy.
a. Kuro: “Bro, gua mau nembak dia hari ini. Dan gua yakin bakal diterima. ”
Riko: “Dih nekat amat lu. Dia udah punya pacar kalau lu belum tau.”
Kuro: “Loh tapi tetap mungkin gue diterima, kan?”
Riko: “Iya sih, tapi...”
Di sini Kuro melakukan appeal to possibility. Memang bisa saja Kuro diterima sama si cewek, misalnya kalau tiba-tiba si ceweknya kasihan atau emang niat selingkuh. Tetapi, "bisa saja" ini tidak dapat dijadikan alasan untuk membuat asumsi bahwa dia pasti diterima. 
b. Momo: “Rei, Rei~ Kamu suka yuri ya?”
Reika: “No way.”
Momo: “Loh tapi mungkin aja kan?”
Reika: “Moron.”
Sudah kelihatan kan? Meskipun memang mungkin Reika suka sama hal-hal berbau yuri, tapi kemungkinan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menyimpulkan bahwa Reika suka yuri.

Argumentum ad Logicam

Menyimpulkan bahwa sebuah pernyataan salah karena pernyataan itu memuat fallacy disebut argumentum ad logicam atau the fallacy fallacy atau argument from fallacy.
Fallacy ini biasanya ditemui dalam percakapan. Berikut contoh dan penjelasan tentang kesalahannnya.
a. Garry: “Duh, rupiah melemah gara-gara Jokowi jadi presiden nih. Emang Jokowi nggak kompeten!”
Musta: “Coeg, kalimat elu itu anecdotal fallacy. Berarti Jokowi kompeten dong.”
Nah, di sini Musta juga melakukan fallacy. Anecdotal fallacy yang dilakukan Garry bukan bukti yang dapat menyanggah pernyataan “Jokowi nggak kompeten.”
b. Shiro: “Kuro tadi mau nembak cewek ya? Well, menurut gue dia bakal diterima. Toh nggak ada yang nggak mungkin, kan?
Riko: “Lu baru aja ngelakuin logical fallacy yang sama dengan Kuro. Berarti lu salah, si Kuro nggak bakal diterima.”
Shiro: “Ko... Lu juga barusan ngelakuin logical fallacy.”
Nah, Shiro bener. Gue juga ngelakuin logical fallacy. Appealing to possibilty yang dilakuin Shiro nggak membuat peluang Kuro untuk diterima sama cewek yang dia suka menjadi nol.
Catatan: Argumentum ad Logicam ini punya saudara dekat yang namanya bad reasons fallacy. Bad reasons fallacy tidak harus memuat fallacy, tetapi memuat bukti atau alasan yang tidak kuat sebagai pendukung kesimpulan. Misalnya, "Saya tidak pernah melihat Tuhan; Berarti Tuhan tidak ada." Nah "tidak pernah melihat" bukanlah alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Namun, bukan berarti kesimpulan dalam bad reasons fallacy salah. Mungkin untuk dicari bukti-bukti yang lebih kuat sebagai pendukung kesimpulan.

Base rate fallacy

Base rate fallacy adalah pengabaian data-data statistik untuk mendukung penggunaan suatu potongan informasi (yang umumnya tidak relevan namun dianggap relevan oleh si pelaku base rate fallacy). Hal ini berakar dari anggapan bahwa data-data statistik tidak berlaku pada situasi tertentu, yang pada kenyataannya, sebenarnya berlaku. 
Contoh:
a. Garry: “Gue mau daftar ke kantor Google, ah.”
Riko: “Wah nekat lu. Presentasi lu keterima kan cuma 0.01 sampai 0.04 persen, cuy.”
Garry: “Ah, bukan masalah. Gue beda sama pendaftar-pendaftar lain. Gue kan jenius.”
Nah, Garry baru saja melakukan base rate fallacy. Dia lebih memilih menggunakan potongan informasi “dia jenius” dibandingkan data statistik yang sudah ada. Well, tapi bukan hal buruk juga sih. Tidak ada yang salah dengan mencoba, kan?
b. "John is a man who wears gothic inspired clothing, has long black hair, and listens to death metal. How likely is it that he is a Christian and how likely is it that he is a Satanist?" (wikipedia.com)
Nah, bila dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini, mungkin banyak yang akan menjawab dia seorang satanist, mengabaikan kemungkinan dia adalah seorang Katolik (yang jumlahnya kira-kira 2 milliar) jauh lebih besar dari kemungkinan dia adalah seorang satanist (jumlahnya diperkirakan sekitar ribuan). Hal ini mungkin disebabkan banyaknya orang yang masih menilai orang berdasarkan penampilan luarnya.
Catatan: Kalau ada faktor yang bisa meningkatkan kemungkinan untuk meningkatkan kemungkinan dari probabilitas statistik, tidak masalah untuk diasumsikan bahwa probabilitas akan menjadi lebih tinggi. Misalnya, bila Garry benar-benar jenius, masih masuk akal jika dia berharap kemungkinan yang lebih tinggi dari 0.04%, tetapi mengasumsikan kemungkinannya relatif jauh lebih besar dari itu tetap saja merupakan base rate fallacy.

Masked Man Fallacy

Masked man fallacy terjadi ketika seseorang menggunakan Leibniz's law secara tidak tepat. Leibniz's law menyatakan bahwa jika sebuah objek memiliki sebuah ciri khas, sedangkan objek lain tidak memiliki ciri khas itu, kedua objek itu tidak identik.
Langsung ke contoh ya~
1. "Kahim himatika kelahiran 1994."
"Menurut gue Musta bukan kelahiran 1994."
"Berarti Musta bukan kahim himatika."
Kalimat "Menurut gue ...," bukanlah sebuah bukti untuk menyatakan bahwa Musta tidak memiliki ciri khas 'kelahiran 1994', karena "bukan kelahiran 1994" sangat berbeda dengan "menurut gue dia bukan kelahiran 1994." Jadi tidak bisa disimpulkan Musta bukan kahim himatika hanya karena ciri khas kahim himatika yaitu "kelahiran 1994" tidak dimiliki oleh Musta yang 'menurut beberapa orang' bukan kelahiran 1994. Ini penggunaan Leibniz's law yang tidak tepat karena belum lah pasti bahwa Musta "bukan kelahiran 1994". Pernyataan itu bukan fakta, tetapi hanya perkiraan beberapa orang.
2. Reika: "Garry sih emang orangnya penipu."
Momo: "No way. Gue tau dia kok. Dia gak gitu."
Nah ini salah satu contoh yang sering gue temui sehari-hari. Meskipun mungkin benar bahwa Momo tau Garry, bukan berarti boleh disimpulkan bahwa "dia gak gitu". "Gue tau dia kok," yang dikatakan Momo bukanlah bukti bahwa si Garry tidak memiliki ciri khas 'penipu'. Maka, di sini tidak boleh diberlakukan Leibniz's law karena belum pasti apakah si Garry itu tidak memiliki ciri khas 'penipu'.
Catatan: Contoh penggunaan Leibniz's law yang tepat misalnya begini.
"Kahim himatika kelahiran 1994."
"Menurut akta kelahirannya, Musta bukan kelahiran 1994."
"Berarti Musta bukan kahim himatika."
Ini tepat karena memang adalah fakta bahwa Musta bukan kelahiran 1994. Being something is very different with knowing or believing.

Propositional Fallacies

Propositional fallacies adalah kesalahan dalam logika yang menyangkut proposisi majemuk. Nah kalau kalian sudah pernah belajar logika matematika, propositional fallacies ini sering muncul karena kurangnya pemahaman tentang logika matematika.
Nah supaya tidak bingung, langsung saja ke contohnya. Salah satu bagian dari propositional fallacy adalah affirming a disjunct. Affirming a disjunct  - menyimpulkan bahwa salah satu unsur proposisi sebuah disjungsi salah karena yang unsur yang lainnya benar. Misalnya: A atau B; A benar; maka B salah. Padahal belum tentu (untuk yang masih belum paham soal disjungsi, bisa dibaca di sini).

Quantification Fallacies

Quantification fallacies adalah error dalam logika ketika kuantor premis-premis kontradiksi dengan kuantor konklusi. Salah satu contohnya adalah Existential fallacy. Dalam existential fallacy, kita mengasumsikan bahwa suatu kelas mempunyai anggota ketika sebenarnya kita tidak boleh mengasumsikan demikian. Contohnya:
"Semua orang dalam kelas itu cantik dan pintar." Hal ini tidak mengimplikasikan (kita tidak bisa menyimpulkan) bahwa terdapat orang yang cantik dan pintar di dalam kelas itu, karena tidak disebutkan apakah di dalam kelas tersebut ada orang atau tidak.

Formal Syllogistic Fallacies

Formal syllogistic fallacies adalah kesalahan logika yang terjadi dalam silogisme. Salah satu contohnya adalah quaternio terminorum atau fallacy of four terms. Apabila dalam silogisme yang benar jumlah terms ada tiga, maka dalam fallacy ini jumlah terms ada empat.
Contoh silogisme yang benar:
Semua manusia bernafas menggunakan paru-paru.
Riko adalah manusia.
Maka, Riko bernafas menggunakan paru-paru.
Nah ini benar. Terms nya ada tiga, yaitu manusia, paru-paru, dan Riko.
Contoh quaternio terminorum:
Semua manusia bernafas menggunakan paru-paru.
Kucing adalah binatang.
Maka, kucing bernafas menggunakan paru-paru.
Di sini, terms nya ada empat. Manusia, paru-paru, kucing, dan binatang. Keliatan jelas kan, salahnya di mana? Lah, premis pertama dan kedua sama sekali tidak berhubungan. Nih, satu contoh lagi, yang lebih tricky (sengaja tetap dalam bahasa Inggris, agar lebih menjebak).
Nothing is better than eternal happiness.
A ham sandwich is better than nothing.
Then, a ham sandwich is better than eternal happiness. (wikipedia.com)
Pada contoh ini, sepertinya ada tiga terms, nothing, eternal happiness, dan a ham sandwich. Padahal sebenarnya ada empat, sebab nothing pada kedua premis memiliki arti yang berbeda. Supaya lebih jelas, coba perhatikan kedua premis tadi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Tidak ada yang lebih baik daripada kebahagiaan abadi.
Ham sandwich lebih baik daripada tidak ada (makanan) sama sekali.
Nah, kelihatan, kan?


Oke, untuk minggu ini kira-kira itu dulu dari gue, SiRik. Jadwal postingan gue tiap Jum'at, jadi part selanjutnya dapat kalian baca Jum'at depan.
Oh, ya. Mungkin di antara kalian ada yang bertanya, kenapa Madmactics! membahas soal logical fallacy? Alasannya simple. Karena bagian utama dari matematika itu adalah sebenarnya logika. Nanti di lain kesempatan, entah gue atau Musta atau Garry bakal menceritakan kepada kalian-kalian tentang sosok matematika yang sebenarnya, yang selama ini nampaknya hanya berkaitan dengan angka-angka dan perhitungan.
Nah, seperti yang selalu dikatakan Musta, apa yang kami tulis adalah apa yang sejauh ini kami tahu.
Semoga bermanfaat, ya~

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar